Senin, 01 Desember 2014

Makalah Ittiba', Talfiq, taqlid, dan Tarjih


A.    Pendahuluan
Ilmu ushul fiqih merupakan metode dalam menggalli dan menetapkan hukum. Ilmu ini sangat berguna untuk membimbing  para mujtahid dalam mengistibatkan hukum syara’ secara  benar dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya. Melalui ushul fiqih dapat ditemukan jalan keluar dalam menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatannya bertentangan dengan dalil lainnya.
Dalam ushul fiqih juga dibahas masalah talfiq, taklid, tarjih, dan ittiba’.Ketiganya memiliki arti yang berbeda dan maksudnya juga berbeda.Tetapi ketiga-tiganya sangat jelas diatur dalam Islam. Ittiba’ ini didasarkan dalam Al-quran surat An-nahl ayat 43 yang artinya: “Dan kami tidak  mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
Jangan sampai perbedaan pendapat di antara kita menjadikan jalan untuk saling bercerai di dalam memperkokoh kuatnya agama Islam, maka dari itu sudah seharusnya kita memahami atau menegetahui tentang Taqlid, ittiba’, talfiq, dan tarjih. Maka pada kesempatan ini makalah ini akan  membahas tentang taqlid, ittiba’, talfiq, dan tarjih berserta hukumnya.
B.     Rumusan masalah
1.      Pengertian Ittiba, macam-macam Ittiba’, dan hukum Ittiba’ ?
2.      Pengertian Talfiq, hukum Talfiq, pendapat ulama’ tentang Talfiq ?
3.      Pengertiaan Taqlid, hukum ber-Taqlid, dan  syarat-syarat orang ber-Taqlid ?
4.      Pengertian Tarjih, unsur-unsur Tarjih, jalan Tarjih?




C.     Pembahasan
1.      Pengertian Ittiba’, Macam-Macam Ittiba’, dan Hukum Ittiba’.
Ittiba’ dalam bhs Arab, berasal dari kata kerja (fi’il): ‘ittaba’a, yattabi’u, ittiba’an, muttabi’un, yang berarti menurut atau mengikuti, seperti ungkapan:
(Ia telah mengikutinya), maksudnya ia berjalan mengiringi di belakangnya.[1]


Ittiba’ adalah menerima pendapat seseorang sedang yang menerima itu mengetahui darimu (asal)  pendapat itu”
Definisi lain menyatakan:


“Menerima perkataan seseorang dengan dalil yang kuat.”
Jika kita gabungkan definisi-definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa ittiba’, adalah mengambil atau menerima perkataan seorang fakih atau mujtahid, dengan mengetahui alasannya serta tidak terkait pada salah satu mazhab dalam mengambil suatu hukum berdasarkan alas an yang dianggap lebih kuat dengan jalan membanding.
Hukum ittiba’ adalah wajib, kalau sekitarnya kita tidak dapat berjihad sendiri. Dan inilah tujuan kita sebagai orang-orang muslim agar kita dapat memahami secara baik agama kita dan semua peraturan-peraturan yang ada di dalamnya. Kita di wajibkan bertanya apabila kita tidak mengerti dan mengetahui dalilnya merupakan faktor yang sangat penting dalam kesempurnaan amal kita.
Macam-macam Ittiba’, ada dua macam ittiba’, yakni ittiba’ kepada Allah dan kepada Rasul-Nya, dan ittiba’ kepada selain Allah dan Rasul-Nya.
a.       Ittiba’ kepada Allah dan Rasul-Nya
Ulama’ sepakat bahwa seluruh kaum muslimin wajib mengikuti segala perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
“ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jangan kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran. (QS. Al A’raf (7):3)
b.      Ittiba’ kepada selain Allah dan Rasul-nya.
Ulama berbeda pendapat tentang ittiba’ kepada ulama atau para mujtahid. Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa ittiba’ itu hanya dibolehkan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan para sahabatnya saja. Tidak boleh kepada yang lain. Hal ini dapat di ketahui melalui perkataan beliau kepada Abu Dawud, yaitu
“berkata Daud, aku mendengar Ahmad berkata, Ittiba’ itu adalah seorang yang mengikuti apa yang berasal dari Nabi SAW. Dan para sahabatnya”.[2]
2.      TALFIQ
Kata talfiq dalam baahasa arab merupakan bentuk isim masdar yang secara etimologi berarti “mencampur adukkan” atau menggabungkaan satu persoalan dengan persoalan lain,  sedangkan menurut terminologinya berarti:


“menyelesaikan satu masalah (hukum) menurut hukum yang terdiri atas kumpulan (gabungan) dua madzahab atau lebih.” [3]
      Hukum Talfiq
Para ulama mutaqaddimin tidak membuat larangan terhadap talfiq, atau seseorang bertalfiq, bahkan pada banyak tempat mereka menganjurkan untuk meneliti fatwa-fatwa mereka. Dan juga mengatakan bahwa tidaklah halal menfatwakan fatwa mereka  bila tidak diketahui alasan-alasannya. Anjuran atau larangan di atas dapat dipahami bahwa, semua itu menghendaki agar semua orang muslim supaya menjauhi diri dari  taqlid dan hal yang demikian kemungkinan besar akan membawa kepada talfiq.
Setelah dilakukan penelitian memang diperbolehkan talfiq adalah dalam perselisihan para ulama’, atau lebih jelasnya adalah para fuqaha muta’akhirin, adapun mereka yang fanatik pada mazhab, berfatwa bahwa para qadhi berhak menghukum (yakni hukum ta’zir) terhadap orang yang berpindah mazhab.[4]
Pada dasarnya talfiq dibolehkan dalam Islam, selama tujuan melaksanakan semata-mata mengikuti pendapat yang lebih kuat argumentasinya, yaitu setelah meneliti dalil-dalil dan analisis masing-masing pendapat tersebut.Dan perlu diingat talfiq dalam masalah ibadah seharusnya dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sikap pertentangan yang ditunaikan untuk mencari ridho Allah SWT.
Menurut pendapat mazhab Hanafi: contohnya seperti dua orang laki-laki dan perempuan melaksanakan akad nikah, tanpa wali dan saksi, cukup dengan melaksanakan iklan (mengumumkan) saja. Dasar pendapat mereka adalah dalam hal wali mereka mengikuti pendapat mazhab Hanafi, sah nikah tanpa wali. Sedangkan mengenai persaksian, mereka mengikuti pendapat mazhab Maliki. Menurut mazhab Maliki sah akad nikah tanpa saksi, cukup dengan iklan (pengumuman) saja.
Pola berfikir demikian adalah talfiq, dengan mengambil berbagai pendapat beberapa mazhab.  Pada dasarnya talfiq  dibolehkan dalam agama, selama tujuan melaksanakan talfiq, semata-mata untuk melaksanakan pendapat yang paling benar dalam arti setelah meneliti dasar hukum dari pendapat itu dan mengambil apa yang dianggap lebih kuat dasar hukumnya.
Akan tetapi ada talfiq yang tujuannya untuk mencari yang ringan-ringan dalam arti bahwa yang diikuti adalah pendapat yang paling mudah untuk dikerjakan sekalianpun dasar hukumnya lemah. Talfiq  semacam ini dicela para ulama’, jadi talfiq pada dasarnya kembali kepada niat.[5]

3.      TAQLID
Taqlid berasal dari kata qalada, yuqolidu, taqlidan, yang memiliki arti mengikuti.Para ahli usul fiqih mengartikan taqlid yaitu “penerimaan perkataan seseorang sedang engkau tidak mengetahui dari mana asal perkataan itu.
Bagi orang yang sudah mencapai tingkatan mujtahid, maka dengan kesepakatan fuqaha ia tidak diperbolehkan mengikuti pendapat orang dengan menyalahi hasil ijtihadnya sendiri. Tetapi kalau dalam suatu persoalan ia sendiri belum mengadakan ijtihad orang lain. Menurut pendapat yang kuat, ia tidak boleh mengambil hasil ijtihad orang lain, dan ia harus mengadakan ijtihad sendiri kewajiban pokok. Kebolehan mengikuti ijtihad orang lain bagi orang awam dan tidak berlaku bagi orang yang sanggup mengadakan ijtihad sendiri.
Kebolehan mengikuti pendapat orang lain bagi orang biasa hanya terbatas dalam soal-soal furu’ (soal perbuatan lahir), bukan dalam soal-soal pokok (kepercayaan) dan orang yang bisa diikuti pendapatnya bukanlah orang awam, melainkan orang yang ahli dalam melakukan ijtihad, berdasarkan dugaan (keyakinannya) yang maksimal. Apabila dihubungkan dengan madzhab-madzhab tertentu, maka seseorang bisa memakai satu madzhab dalam suatu persoalan, dan bisa memakai madzhab lain dalam persoalan yang lain lagi, dengan syarat tidak ada hubungan antara kedua persoalan tersebut dan tidak bermaksud mencari-cari persoalan yang mudah-mudah saja.
Hukum taqlid, hukum taqlid dua bagi menjadi tiga hukum, yaitu taqlid yang di haramkan, taqlid yang di bolehkan, dan taqlid yang di wajibkan.
1.      Taqlid yang di haramkan :
a.       Taqlid yang semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat nenek moyang atau orang-orang dahulu kala yang bertentangan dengan Al-quran dan hadis.
b.      Taqlid kepada perkataan atau pendapat seorang, sedangkan yang bertaqlid mengetahui perkataan atau pendapat itu salah.
c.       Taqlid kepada orang atau sesuatu yang tidak di ketahui kemampuan dan keahliannya, seperti menyembah berhala, tetapi tidak mengetahui kemampuan, kekuasaan atau keahlian berhala tersebut.
2.      Taqlid yang di perbolehkan
Taqlid yang diperbolehkan adalah ber-taqlid kepada seorang mujtahid atau beberapa orang mujtahid dalam hal yang belum ia ketahui hukum yang berhubungan dengan persoalan atau suatu peristiwa dengan syarat bahwa yang bersangkutan harus selalu berusaha menyelidiki kebenaran masalah yang di ikuti itu.
3.      Taqlid yang di wajibkan
Wajib ber-taqlid kepada orang yang perkataannya di jadikan sebagai dasar hujjah, yaitu perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW.[6]
Syarat orang yang bertaqlid adalah orang awam atau orang biasa yang tidak mengerti hukum-hukum syara’ dan mengamalkannya. Adapun orang yang pandai dan sanggup menggali sendiri hukum-hukum syara’ maka ia harus berjihad sendiri kalau baginya masih cukup. Namun kalau waktunya sempit dan dikhawatirkan akan ketinggalan waktu untuk mengerjakannya yang lain (dalam mengerjakan soal ibadah) maka menurut suatu pendapat ia boleh mengikuti orang pandai lainnya.[7]

4.      TARJIH
Tarjih secara etimologi berarti menguatkan, konsep tarjih muncul ketika terjadinya pertentangan secara lahir antara satu dalil dengan dalil lainnya yang sederajat dan tidak  bisa diselesaikan dengan cara al-jam’u wat taufiq.Dalil  yang dikuatkan disebut dengan rajah, sedangkan dalil yang dilemahkan disebut dengan marjuh.
Tarjih adalah menguatkan salah satu di antara dua dalil yang bertentangan tersebut bedasarkan beberapa indikasi yang dapat mendukungnya. Atau tarjih adalah melahirkan sesuatu kelebihan bagi salah satu dua dalil yang serupa atas yang lain dengan sesuatu yang tidak berdiri sendiri. Dalil yang bertentangan itu harus dalam kualitas yang sama, seperti pertentangan ayat dengan ayat. Kemudian dalil tambahan pendukung salah satu dalil yang bertentangan itu tidak berdiri sendiri. Artinya, dalil pendukung itu tidak terpisah dari dalil yang saling bertentangan, karena apabila  ada dalil lain yang berdiri sendiri, berarti dalil itu dapat dipakai untuk menetapkan hukum, bukan dalil yang saling bertentangan tersebut.
Dari pengertian di atas maka unsur-unsur yang ada dalam tarjih adalah:
a.       Adanya dua dalil,
b.      Adanya sesuatu yang menjadikan salah satu itu lebih utama dari yang lain.
Adapun jalan tarjih adalah sebagai berikut:
a.       Yang berlaku pada dalil manqul
1.)    Yang kembali pada diri perawi
2.)    Yang kembali pada tadzkiyah perawi
3.)    Yang kembali pada periwayatan
4.)    Yang kembali pada matan, dititikberatkan pada lafal dan makna
5.)    Yang kembali pada isi
6.)    Tarjih sesuatu dalil berdasarkan yang lain dari hal-hal diatas.
b.      Yang berlaku pada dalil ma’qul
1.)    Yang kembali pada ashl
a.)    Yang terjadi pada hukum
-          Yang qath’i didahulukan dari yang zhanni
-          Yang tidak diperselisihkan didahulukan dari yang diperselisihkan
-          Hukum ashl yang illat-nya ditunjukan  oleh dalil dimenangkan dari yang tidak
b.)    Yang terjadi pada illat hukum
-          Yang illat-nya pasti didahulukan atas yang belum pasti
-          Yang illat-nya berdasar penelitian yang mendalam didahulukan atas ‘illat yang hanya berdasarkan indikator.
-          illat yang tegas tidak elastis dimenangkan dari yang elastis
-          illat yang mengandung kepentingan umum didahulukan dari yang tidak
2.)     Yang kembali pada fara
-          Fara’ yang timbulkan kemudian sesudah hukum, dimenangkan atas yang timbulnya sebelumnya.
-          Fara’  yang illatnya tegas didahulukan dari yang tidak
-          Fara’ yang telah disebut secara global dalam nash diutamakan dari yang tidak.[8]

D.    Penutup
-          Kesimpulan
Dari pengertian taqlid dan ittiba’ serta talfiq di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan taqlid adalah menerima perkataan orang lain yang berkata, sedangkan si penerima tersebut tidak mengetahui alasan perkataannya itu.
Ittiba’ adalah mengambil atau menerima perkataan seorang fakih atau mujtahid, dengan mengetahui alasannya serta tidak terikat pada salah satu mazhab dalam mengambil suatu hukum berdasarkan alasan yang dianggap lebih kuat dengan jalan membanding.
Talfiq adalah mengamalkan satu hukum yang terdiri dari dua mazhab atau lebih atau dapat dikatakan bahwa talfiq adalah mencampuradukkan hukum yang ditetapkan oleh suatu mazhab dengan mazhab lainnya.Contohnya seperti seperti dalam masalah wudhu.Seseorang tidak melafazkan niat, karena mengikut mazhab Hanafy.Tapi dalam hal mengusap kepala ketika wudhu cukup sebagian kepala saja, karena mengikuti mazhab Maliki misalnya.
Taqlid adalah mengikuti pendapat seseorang mujtahid atau ulama tertentu tanpa mengetahui sumber dan cara pengambilan pendapat tersebut.
Dan yang terakhir yaitu tarjih adalah menguatkan salah satu diantara dua dalil yang bertentangan tersebut berdasarkan beberapa indikasi yang dapat mendukungnya.

-          Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan pembaca dapat menyampaikan kritik dan juga sarannya terhadap hasil penulisan makalah kami.







DAFTAR PUSTAKA

Koto,  Alaiddin. 2004. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. PT.Raja Granfindo Persada. Jakarta.
Umam, Kairul dan Aminudin, H.A.Ayar. 2001. Ushul Fiqh II. Pustaka Setia. Badung.
Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Ushul Fikih. Amzah. Semarang.
A. Basiq Djalil, 2010. ilmu Ushul Fiqih Satu dan Dua. Edisi pertama. Cetakan ke-1. Jakarta: Kencana.




[1] Jumantoro, totok dan samsul M A. Kamus ilmu ushul fikih. Amzah:Semarang.hlm:152
[2] Alaiddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, PT Raja Grafindo persadaa, Jaakarta, 2004, Hlm: 129-130
[3] Khairul Umam dan A. Ahyar Aminudin, Usul Fiqih II, Pustakaa Setia, Bandung, 2001 Hlm: 165
[4]A  Basiq Djalil.ilmu ushul fiqih satu dan dua . jakarta:kencana.hlm:209
[5] Opcit.kamus ilmu ushul Fikih.hlm:322
[6] Alaiddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, Hlm : 132
[7] Khairul umam dan H.A.Ahyar aminudin. Ushul fiqih ll. Pustaka Setia:Bandung.hlm:159


[8] Opcit .Kamus Ilmu ushul Fikih.hlm:327-330

2 komentar:

  1. Woori Casino: Online Casino | Canada | Deposit and Withdrawal
    Woori casino review – Deposit and Withdrawal Options 메리트카지노 우리카지노 Withdrawal Methods – 퍼스트카지노 Min deposit, $/€10, 10 days expiry.

    BalasHapus